Jumat, 22 April 2011

Memaknai 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional

Pendidikan yang Berakar dari Budaya Indonesia

Anak-anak Indonesia harus dididik dalam suatu sistem pendidikan yang berakar dari budaya sendiri. Demikian dasar pemikiran yang mendorong berdirinya Taman Siswa. Pada saat itu pemerintah Belanda diikuti oleh tokoh-tokoh politik Indonesia menyatakan betapa pentingnya mempelajari bahasa Belanda. Selain itu pemerintah juga akan ‘mengajarkan’ modernisasi kepada bangsa Indonesia yang pada waktu itu masih tertinggal (karena dijajah tentunya). Selain mendirikan sekolah-sekolah dengan visi ke-Belanda-annya, pemerintah juga membuat penilaian kepada sekolah pribumi. Sekolah yang dianggap layak akan diberi subsidi dan pengakuan dari pemerintah Belanda. Sekolah yang belum layak berlomba-lomba untuk mendapatkan kelayakan ini dan siswa-siswanya dihimbau untuk mengikuti ujian negara di sekolah Belanda sebagai peserta tamu, karena warga negara yang berijasah negara akan lebih mudah diterima di jenjang yang lebih tinggi ataupun departemen pemerintahan.


Pendiri Taman Siswa ini, yang kemudian dikenal dengan Ki Hajar Dewantoro, menekankan bahwa tidaklah penting untuk memiliki ijasah dari pemerintah dan tidaklah harus menjadi pegawai pemerintah untuk dapat hidup layak di negeri sendiri. Pada saat itu paradigma bahwa Indonesia adalah suatu ‘bangsa’, diajarkan pada siswa-siswa sekolah. Suatu bangsa, yang berarti mempunyai akar kebudayaan sendiri, mempunyai pemikiran dan berhak untuk bersikap dan bertindak menurut idelismenya sendiri. Sistem pembelajaran yang diterapkan adalah kemerdekaan berpikir, berperasaan dan bertindak. Bertentangan dengan sekolah pemerintah yang menerapkan penegakan disiplin, ketaatan dan hukuman.


Guru sebagai Teladan, Pengarah dan Pengawas

Wujud komprehensif dari pemikiran yang dicetuskan Ki Hajar adalah beliau juga memahami dan mengajarkan kepada para guru untuk menjadi guru yang efektif. Ide yang disampaikan adalah ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Seorang guru harus bisa berada di depan, menjadi contoh bagi murid-muridnya, pada saat itu murid akan termotivasi secara psikologis dan emosional. Seorang guru harus bisa berada di antara murid-muridnya menunjukkan bagaimana mereka harus bergerak, pada saat itu murid termotivasi secara logika dan pemikiran. Seorang guru harus bisa berada di belakang siswa, memberi pengawasan pada saat murid mulai bergerak dengan tenaga dan pikirannya sendiri. Pada saat ini murid melatih kepercayaan diri, kemandirian dan kemerdekaannya untuk berpikir, berperasaan dan bertindak. Dan karena guru itu ‘pernah’ ada di depan dan di tengah-tengah mereka, maka murid secara psikologis akan tetap bertanya dan menerima nasehat dari sang guru pada saat dia merasa membutuhkan.


Pendidikan Martabat

Ki Hajar Dewantoro menunjukkan harga diri dari suatu sistem pendidikan, yang oleh tokoh pendidikan kemudian disebut dengan educational dignity, atau keanggunan pendidikan. Bagaimana bahwa sebuah lembaga pendidikan dengan anggunnya akan mempertahankan idealisme dan sistem kependidikan yang diterapkan, demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Bagaimana keanggunan pendidikan pada saat ini? Kalau ijasah bisa dihargai hanya dengan beberapa juta rupiah, kalau murid tidak bisa belajar tanpa fasilitas modern dan lengkap, kalau guru hanya mau berpikir sebesar ruang kelas dan sepanjang rentang waktu satu bulan, kalau lembaga pendidikan hanya mencari keuntungan finansial, sosial, bahkan politik, di mana martabat pendidikan Indonesia?

Tanggal 2 Mei yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia, diambil dari hari lahir Ki Hajar Dewantoro. Dari pemikiran dan tindakan beliaulah pendidikan Indonesia mulai sadar dan berjuang untuk mendidik bangsanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pendidikan di Indonesia saat ini tampaknya sedang bingung menentukan langkah, lalai dengan hakikat dan tujuan pendidikan dan tidak mengenali budaya sendiri. Mencetuskan kembali apa visi Ki Hajar Dewantoro dengan Taman Siswa-nya, mungkin bisa menyingkirkan kekalutan dan menghilangkan kebingungan dalam sistem pendidikan di Indonesia serta menegakkan kembali keanggunan pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar